Tanah Digarap Sejak Tahun 1999, Warga Bukit Kesuma Desak Pemerintah Akui Hak Kelola

Masyarakat Bukit Kesuma Pertanyakan Status Lahan yang Sudah Digarap Sejak 1999

Pelalawan Riau,busernusantarasorottv.com-Warga di Bukit Kesuma, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, melihat kejelasan status lahan yang telah mereka kelola sejak tahun 1999. Lahan yang dulunya dibuka dan digarap oleh masyarakat secara swadaya, kini diklaim sebagai bagian dari kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).

Menurut warga, tanah tersebut pada awalnya tidak pernah dijaga atau dilindungi oleh negara sebagai kawasan hutan lindung. Bahkan dalam perjalanannya, tanah itu sempat diperjualbelikan secara terbuka kepada masyarakat dari berbagai suku, seperti Batak, Jawa, dan Karo. Kini, muncul klaim bahwa lahan tersebut merupakan tanah adat milik suku Melayu atau suku Riau.

“Kalau memang tanah ini sejak awal bagian dari TNTN, kenapa tidak dijaga oleh aparat sejak dulu? Kenapa dibiarkan dikelola dan diperjualbelikan kepada masyarakat?” ujar salah satu warga.

Masyarakat menyanyangkan jika hasil kebun sawit yang telah mereka kelola selama puluhan tahun kini dipersoalkan. Padahal, menurut mereka, kehidupan mereka kini sudah jauh lebih sejahtera berkat hasil pertanian sawit.

Warga berharap Presiden RI Prabowo Subianto melihat langsung keberhasilan para petani sawit di wilayah tersebut. Mereka berpendapat bahwa kelapa sawit tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga berkontribusi pada penyerapan karbon dan perlindungan lingkungan dari paparan panas ekstrem.

Sejak tanggal 1 Mei 2025, puluhan siswa SD Negeri dan SMP Negeri di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Hal ini terjadi setelah pemerintah menyatakan bahwa lokasi sekolah mereka berada di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), sehingga aktivitas pendidikan tidak lagi diperbolehkan di lokasi tersebut.

Akibat keputusan itu, para siswa terpaksa belajar di bawah pohon kelapa sawit karena tidak memiliki gedung sekolah yang layak. Kondisi ini menyebabkan banyak siswa merasa sedih bahkan menangis karena harus belajar dalam keadaan yang serba terbatas, tanpa fasilitas yang memadai.

Baca Juga  Nelayan Tradisional Serdang Bedagai: Menghadapi Persoalan Laut dan Ekonomi

Masyarakat setempat menarik kebijakan ini. Pasalnya, selama bertahun-tahun kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut berlangsung normal, dan sudah banyak siswa yang berhasil menyelesaikan pendidikan dari SD hingga SMP di lokasi itu. Mereka meminta klarifikasi dari pemerintah, serta solusi agar anak-anak dapat kembali belajar di tempat yang layak dan aman.(Bujur Bernandus Siregar)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *