Hidup di Dunia Hanya Sementara: Mengenal Tuhan untuk Mengenal Diri Sendiri

**Abah Roy*

Religi3 Views

Dalam Islam, kehidupan dunia digambarkan sebagai tempat persinggahan sementara sebelum manusia menuju kehidupan yang abadi di akhirat. Dunia ini hanyalah ujian dan ladang amal bagi manusia untuk menentukan nasib mereka di akhirat. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

> اِعۡلَمُوۡۤا اَنَّمَا الۡحَيٰوةُ الدُّنۡيَا لَعِبٌ وَّلَهۡوٌ وَّزِيۡنَةٌ وَّتَفَاخُرٌۢ بَيۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرٌ فِى الۡاَمۡوَالِ وَالۡاَوۡلَادِ‌ؕ كَمَثَلِ غَيۡثٍ اَعۡجَبَ الۡكُفَّارَ نَبَاتُهٗ ثُمَّ يَهِيۡجُ فَتَرٰٮهُ مُصۡفَرًّا ثُمَّ يَكُوۡنُ حُطَامًا‌ؕ وَفِى الۡاٰخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيۡدٌ وَّمَغۡفِرَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرِضۡوَانٌ‌ؕ وَمَا الۡحَيٰوةُ الدُّنۡيَاۤ اِلَّا مَتَاعُ الۡغُرُوۡرِ
(QS. Al-Hadid: 20)

“Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan, sesuatu yang melalaikan, perhiasan, dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan. Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning, lalu menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.”

Ayat ini menegaskan bahwa dunia tidak boleh menjadi tujuan utama hidup manusia. Segala bentuk kenikmatan duniawi, seperti harta, jabatan, dan keluarga, hanyalah titipan yang sifatnya fana. Manusia perlu menyadari bahwa kehidupan di akhirat jauh lebih penting dan kekal.

Tujuan Hidup: Mengenal Tuhan

Tujuan utama manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:

> وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
(QS. Adz-Dzariyat: 56)
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”

Untuk dapat menjalankan ibadah dengan benar, manusia perlu mengenal Allah terlebih dahulu. Dalam tradisi sufi, dikenal ungkapan:

“Barangsiapa yang mengenal Tuhannya, maka ia akan mengenal dirinya sendiri.”

Baca Juga  MAULID NABI MUHAMMAD SAW TAHUN 1445 H. 

Makna dari ungkapan ini adalah bahwa dengan mengenal Allah sebagai Sang Pencipta, manusia akan memahami hakikat dirinya sebagai makhluk. Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih, dan Maha Pemberi. Dengan mengenal-Nya, manusia akan menyadari bahwa dirinya sangat kecil, lemah, dan tidak memiliki apa-apa tanpa bantuan dari Allah.

Allah juga mengingatkan dalam Al-Qur’an bahwa melupakan-Nya dapat menyebabkan manusia lupa akan hakikat dirinya sendiri:

> وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنسَاهُمْ أَنفُسَهُمْ ۚ أُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَـٰسِقُونَ
(QS. Al-Hasyr: 19)
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.”

Bekal untuk Kehidupan Akhirat

Manusia hidup di dunia seperti seorang musafir yang sedang dalam perjalanan menuju tempat tinggal yang abadi. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau seorang musafir.”
(HR. Bukhari)

Sebagai seorang musafir, manusia hanya perlu membawa bekal yang cukup untuk perjalanan, yaitu amal salih, ketakwaan, dan ketaatan kepada Allah. Allah berfirman:

> وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ
(QS. Al-Baqarah: 197)
“Dan berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.”

Kesimpulan adalah

Hidup di dunia hanyalah ujian dan persinggahan sementara. Segala kenikmatan duniawi akan sirna, dan yang abadi hanyalah amal manusia. Dengan mengenal Allah, manusia akan memahami hakikat hidup dan mempersiapkan bekal terbaik untuk akhirat. Semoga kita termasuk hamba yang senantiasa mengingat Allah dan memanfaatkan waktu di dunia untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *