TERKAIT DALAM PEMBERITAAN WARTAWAN DILAPORKAN ITU SUDAH MENYALAHI UNDANG UNDANG

Peristiwa1 Views

BENGKULU,busernusantarasorottv-Ketua Serikat Media Siber Indonesia Provinsi Bengkulu, Wibowo Susilo mengatakan, Siap Memberikan Pendampingan Hukum Atau Pembelaan Terhadap Wartawan Yang Dipanggil Penyidik Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Bengkulu.Hal itu Disampaikan Wibowo Melalui Siaran Persnya, Sabtu 19/8.

Wibowo Menuturkan, SMSI Bengkulu Telah Menerima Permohonan Pendampingan Sebagai Organisasi Pers Terhadap Wartawan Yang Dipanggil Penyidik Terkait Pemberitaan Di Media.

“Selain itu, Ada Wartawan Yang Memang Medianya Anggota SMSI Bengkulu. Informasi Sementara Ada 4 Wartawan, 3 Wartawan Media Online Dan 1 Wartawan Media Cetak Yang Dipanggil Penyidik Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Bengkulu, Terkait Berita Yang Mereka Buat di Media Mereka.“

Dari Empat Wartawan, 3 Wartawan Telah Memenuhi Panggilan Penyidik. Sejak Awal Pemanggilan, Kita Sudah Diberi Tahu Oleh Wartawan Secara Lisan, Agar Turut Memantau Perkembangannya. Pemanggilan Tersebut Memang Berjudul Wawancara, Tetapi Materi Pertanyaannya Kami Anggap Mengintervensi Kebebasan Pers. Berdasarkan hal tersebut, kami telah berkoordinasi dengan ahli pers Dewan Pers,” ungkap dia.

Seharusnya, kata Wibowo, pemanggilan bukan ditujukan kepada wartawan, tetapi kepada penanggungjawab media atau pemimpin redaksinya. Demikian yang diatur Undang-Undang Pers dan Peraturan Dewan Pers.

Selain itu, penyidik juga harus mematuhi MoU Dewan Pers dengan Polri tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers surat Nomor 03/DP/MoU/III/2022 dan Nomor NK/4/III/2022 diteken Ketua Dewan Pers dan Kapolri pada Rabu 16 Maret 2022, dan juga Keputusan Bersama Menkominfo, Jaksa Agung dan Kapolri tentang Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam UU ITE.

Ada juga Perjanjian Kerja Sama antara Bareskrim Polri dengan Komisi Hukum Dewan Pers yang baru saja diteken Pada Kamis 10/11 Lalu, Sebagai Pedoman Penyidik Dalam Menangani Perkara Terkait Pers.

“Dalam Hal Adanya Dugaan Pelanggaran Hukum Terhadap Karya Jurnalistik, Pertanggung Jawaban Hukum ditujukan kepada “Penanggung Jawab” institusi Pers Yang Bersangkutan,”Katanya.

Baca Juga  HARI PERTAMA TAHUN 2024 JEPANG DIGUNCANG GEMPA DASYAT : SIMAK PENJELASANYA LEBIH LENGKAP

Merujuk Pada Pasal 12 Undang-Undang Pers, Yang Dimaksud Penanggung Jawab Perusahaan Pers Adalah Meliputi bidang usaha Dan Bidang Redaksi. Dalam Hal Pelanggaran Pidana Yang Dilakukan Perusahaan Pers, Maka Perusahaan Pers Tersebut Diwakili Oleh Penanggung jawab.

“Apabila Kepolisian Menerima Aduan Perkara Pidana Menyangkut Karya Jurnalistik, Maka Menurut Undang-Undnag Pers Tidak Perlu Menyelidiki Siapa Pelaku Perbuatan Pidana? Melainkan Langsung Meminta Pertanggung Jawaban Dari Penanggung Jawab Perusahaan Pers, Sebagai Pihak Yang Harus Menghadapi Proses Hukum,” Ujar Dia.

“Jadi Pemanggilan Terhadap Wartawan Terkait Pemberitaan, Menurut Undang-Undang Pers itu Menyalahi. Seharusnya Penyidik Memanggil Penanggung Jawab Atau Pemimpin Redaksi Media Tempat Wartawan Bekerja, Jika itu Termasuk Sengketa Pers,” Jelasnya.

Untuk Diketahui, Wartawan Tersebut Dipanggil Dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 310 Yang Dilaporkan Oleh Rektor Unihaz, Yulfi Perius.

Wibowo Menambahkan, Wartawan Adalah Profesi Yang Memiliki Hak Tolak, Yaitu Hak Menolak Mengungkapkan Nama Dan Atau identitas Narasumber Berita Yang Harus Dirahasiakan, Dalam Hal ini Berlaku Bagi Narasumber Confidential Sebagaimana Pasal 4 Ayat (4) Undang-Undang Pers Yang Berbunyi, Dalam Mempertanggung Jawabkan Pemberitaan Di Depan Hukum, Wartawan Mempunyai Hak Tolak.

Hak Tolak ini Berlaku Bagi narasumber Yang kredibel, beritikad baik, kompeten dan informasi yang disampaikan terkat dengan kepentingan publik.

“Hak tolak ini dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum, yang dinyatakan oleh pengadilan terpisah yang khusus memeriksa soal itu,” demikian Wibowo mengutip dari Pedoman Dewan Pers tentang Penerapan Hak Tolak dan Pertanggungjawaban Perkara Jurnalistik.

Selanjutnya, selain diatur dalam UU Pers, dasar hukum hak tolak juga terdapat dalam pasal 50 KUHP yang menegaskan bahwa, “Mereka yang menjalankan perintah Undang-Undang Tidak Dapat Dihukum”.

Baca Juga  Tenggelam di Bendungan, Warga Lipat Kain di Temukan Tewas

Dalam menjalankan tugas jurnalistik, wartawan menjalankan amanat Undang-Undang Pers, sehingga konsekuensinya tidak dapat dihukum ketika menggunakan hak tolaknya.

Kemudian, dalam pasal 170 KUHP berbunyi “Mereka yang karena pekerjaan, harkat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka”.

Wibowo mengingatkan kepada aparat penegak hukum, bahwa tugas utama wartawan adalah mencari, mengolah dan menyebarluaskan informasi. Aparat hukum sedapat mungkin menghindari memanggil wartawan untuk dimintai keterangan atau menjadi saksi, jika informasi yang telah dicetak atau disiarkan di media massa dirasakan bisa menjadi bahan untuk mengusut kasus. Seharusnya penyidik melihat yurisprudensi dalam menangani perkara ini. Sudah banyak contohnya seperti laporan di Mabes Polri dan beberapa Polda terkait dugaan pencemaran nama baik yang menggunakan bahan dari media massa sebagai bukti permulaan laporan pengaduan.

“Tetapi penyidik tidak kemudian memanggil wartawan yang menulis beritanya, apalagi memanggil penanggungjawab atau pemimpin Redaksinya. Dan Perlu Diketahui, Salah Satu Fungi Pers Adalah Kontrol Sosial, Artinya Media Memiliki peran Menjalankan Fungsi Kontrol Sosial,” Tutupnya Demikian.(TeamBkl)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *